NAMA : ATIKAH RAHMAWATI
KELAS :
2EA11
NPM
: 11210214
TUGAS
:
hakikat dan dimensi indetitas nasional
Identitas
secara harfiah adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada
sesuatu atau seseorang yang membedakanya dnegan yang lain.Identitas secara
hakekat adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
aspek kehidupan suatu bangsa dengan cirri khas sehingga membedakan dengan
bangsa lain.Identitas nasional adalah sesuatu yang berubah dan terbuka untuk
diberi makna baru agar tetap sesuai dengan tuntutan zaman.Akan tetapi jika
identitas tersebut tidak dijaga dan dilestarikan, maka identitas global akan
masuk dan mempengaruhi identitas itu sendiri
Adat
istiadat,bahasa, dan letak geografis merupakan identitas kekhasan suatu bangsa
secara normatif yang dijelaskan oleh beberapa dimensi secara umum.
Beberapa
dimensi dalam identitas nasional antara lain :
1. Pola Perilaku : gambaran
pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh
~ adat istiadat, budaya, dan kebiasaan
2.
Lambang : sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi negara.
Contoh
~ bendera, lagu kebangsaan, bahasa.
3. Alat-alat Perlengkapan :
sejuymlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang
digunakan untuk mencapai
tujuan baik berupa bangunan,
peralatan, dan tekhnologi.
Contoh ~ bangunan (candi,
gereja, masjid),peralatan (pakaian adat,
tekhnologi bercocok tanam),
tekhnologi (kapal laut,
pesawat terbang)
4.
Tujuan yang ingin dicapai : identitas yang bersumber dari tujuan yang bersifat
dinamis dan tidak tetap.
Contoh ~ budaya unggul,
prestasi dalam bidang tertentu.
Unsur-unsur Pembentuk
Identitas Nasional
Indonesia adalah adalah
bangsa yang majemuk.Hal tersebut dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan,
suku bangsa, agama, dan bahasa
1. Sejarah
Perjuangan bangsa Indonesia
dalam mengusir penjajah adalah pembentuk ciri khas Indonesia yang menjadi unsur
pembentuk identitas nasional Indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek Kebudayaan pembentuk
identitas nasional :
· Akal budi (sikap ramah
tamah bangsa Indonesia)
· Peradaban (keberadaan
dasar negara Pancasila)
· Pengetahuan (pembuatan
kapal pinisi pada masa lalu)
3. Suku Bangsa
Kemajemukan alamiah bangsa
Indonesia dengan melihat keberadaan lebih dari 300 kelompok suku, beragam
bahasa, budaya dan keyakinan yang ada di nusantara.
4. Agama
Kemajemukan Agama yang ada
di nusantara menjadi salah satu pembentuk identitas nasional.
5. Bahasa
Dengan bahasa Indonesia,
dapat menjadi penghubung berbahasa dengan berbagai etnis yang mendiami
kepulauan nusantara.
PANCASILA : Nilai Bersama Dalam Kehidupan
Kebangsaan Dan Kenegaraaan
Tidak pernah ada suatu bangsa hidup terpisah
dari akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa
pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan
kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang dianggap baik dan
memperkaya nilai-nilai lokal. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar
acap kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran kehilangan identitas
namun tidak pula berhasil hidup dengan identitas barunya yang diadopsi dari
luar. Kegagalan Turki untuk menjadi bangsa modern ala Eropa atau
ketidakstabilan politik yang terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya
Philipina yang berusaha keras meniru sistem politik ala Amerika, dapat
dijadikan contoh bahwa mengadopsi sistem nilai demokrasi Barat harus dilakukan
secara cerdas, kritis, dan bijaksana.
Bersikap cerdas dan bijaksana adalah dengan
cara tidak apriori terhadap segala kebaikan demokrasi Barat tetapi juga
tidak meniru secara membabi buta apa saja yang berkembang subur di dunia barat.
Kekhasan-kekhasan geografis dan budaya terdapat di belahan dunia barat dan
timur memaksakan barat dan timur untuk hidup dengan kekhasannya sendiri, namun
tidak menutup untuk bekerja sama dalam universal terkait dengan penegakan
keadilan dan penciptaan dunia yang lebih aman dan manusiawi. Searah dengan
pandangan dunia ini, Indonesia seyogyanya hidup mengakar pada tradisinya untuk
memperkuat dan memperkaya bangunan peradapannya. Dalam konteks ini ,sebagai
produk kebudayaan bangsa Indonesia, pancasila dapat dijadikan sebagai titik
tolak untuk mengukuhkan keuniversalan pandangan hidup bangsa Indonesia dan
kelenturannya dengan perkembangan zaman.
Pancasila adalah capaian demokrasi paling
penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa ( founding fathers )
Indonesia. Kemajemukan Pancasila dapat dilihat pada kelima silanya. Kelima sila
Pancasila tersebut mewakili beragam pandangan dan kelompok dominan dan
Indonesia pada paruh pertama pada abad ke- 20. Pada masa itu indonesia
merupakan kawasan subur bagi pertumbuhan beragam aliran pemikiran dan pergerakan
nasional dengan basis ideologi yang beraneka ragam. Sebagai kawasan yang kaya
dengan tradisi dan budaya, Indonesia memiliki tradisi yang tidak dimiliki oleh
kawasan lain. Sebagai sebuah konsensus nasional, Pancasila merupakan pandanga
hidup yang terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat
dilihat pada muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai
ke-Indonesiaan yang majemuk dan nilai yang bersifat universal. Universalitas
Pancasila dapat dilihat pada semangat ketuhanan (sila pertama); kemanusiaan,
keadilan dan keadaban (sila kedua); dan keadailan sosial (sila kelima) dan
sekaligus ke- Indonesiaan ( persatuan Indonesia ) dan semangat gotong royong
(sila keempat) Semangat Pancasila masih sangat relevan dijadikan sebagai semangat
perjuangan kemanusiaan bangsa indonesiantuk menujukan sebagai bangsa yang
mandiri dan memiliki karakter yang kuat sebagai bangsa yang menjujung tunggi
semangat persamaan, keadilan dan keadaban dengan tetap mempertahankan kesatuan
sebagai sebuah keluarga bangsa yang majemuk. Bersandar pada pandangan ini
lahirnya sikap dan pandangan mempertentangkan demokrasi dengan Pancasila sama
sekali merupakan satu yang historis. Sepanjang sejarah orde baru, Pancasila
telah dijadikan alat untuk membungkam suara kedaulatan rakyat dengan atas nama
pembangunan nasional. Orde baru juga telah melakukan penyeragaman tafsir atas
Pancasila yang disebarluaskan melalui penataran dan pendidikan di sekolah dan
perguruan tinggi. Dampak langsung dari manipulasi atas dasar Negara pancasila,
khususnya yang dilakukan oleh orde baru, adalah lahirnya sikap antipati (
phobia ) atas Pancasila. Seiring dengan lensernya orde baru telah melahirkan
sikapdan pandangan baru dikalangan warga Negara Indonesia atas dasar Negara
pancasila. Tuntutan demokrasi dan penegakkan HAM yang di suarakan oleh kalangan
tokoh reformasi berdampak pada sikap dan pandangan mempertahankan Pancasila dan
demokrasi. Pancasila dinilai sebagai simbol ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan
penyelewengan kekuasaan orde baru, sementara demokrasi sesungguhnya identik
dengan persamaan, penghormatan terhadap HAM dan taat kepada hukum.
Reformasi yang sejatinya merupakan
keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa merupakan
keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa yang besar dan
perubahan menuju tatanan nasional yang lebih baik (continuity and changes),
sebaliknya ia telah menjelma laksana bola api panas.
REVITALISASI PANCASILA DALAM KONTEKS
PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA MODERN
Gelombang demokrasi ( democracy wave ) dalam
bentuk tuntutan reformasi di Negara-negara tidak demokrasi, termasuk Indonesia,
menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Namun
demekian, globalisasi juga melahirkan paradoksnya sendiri: di satu sisi
globalisasi demokrasi mengakibatkan kebangkrutan banyak faham ideologi, di sisi
yang lain juga mendorong bangkitnya semangat nasionalisme lokal, bahkan dalam
bentknya yang paling dangkal dan sempit semacam ethno-nasionalisme,
bahkan tribalism. Gejala ini, sering disebut sebagai “balkanisasi” yang
terus mengancam integrasi Negara-negara yang majemuk dari sudut etnis, sosial
kultural, dan agama seperti Indonesia.
Menurut Azra, paling tidak ada tiga faktor
yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam perkembangannya saat
ini. Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim
Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status
quo kekuasaannya. Rezim Soeharto, misalnya, menetapkan Pancasila sebagai
azas tunggal bagi setiap organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun
organisasi politik. Rezim tersebut juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang
diindoktrinasikan secara paksa melalui penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila ( P4 ).
Kedua, liberalisasi politik dengan
penghapusan ketentuan yang ditetapkan Presiden BJ. Habibi tentang Pancasila
sebagai satu-satunya asas organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi
adopsi asas ideologi-ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama.
Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam
kehidupan politik.
Ketiga, desetralisasi
damotonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentiment
kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentiment local-
nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nasionalism.
Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses
desentralisasi akan makin hilang posisi sentralnya. Mempertimbangkan posisi
krusial Pancasila di atas maka, perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan
posisi Pancasila bagi masa depan Pancasila sebagai negara moden. Perlunya
revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan
simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Lebih jauh azra
menyatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai common platform
ideology negara-bangsa Indonesia yang paling feasible dan sebagai viable
bagi kehidupan bangsa hari ini dan masa datang. Begitu juga melalui pendekatan
“core values” yang inklusif yang secara historis telah mampu menjadi problem
solver terkait dengan perdebatan antara kelompok yang berbeda latar
belakang kulturnya dalam perumusan dasar-dasar negara dan perumusan konstitusi
dalam sidang konstituante tahun 50-an.
Karena Pancasila yang krusial seperti ini,
tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi
Pancasila. Lebih lanjut azra menjelaskan, Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai
dengan menjadikan Pancasila sebagai public discourse (wacana public).
Dengan menjadi wacana publik sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian
kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan
pemikiran baru dan pemaknaan baru. Dengan demikian, menjadikan Pancasila
sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk mengembangkan kembali
Pancasila sebagai ideology terbuka yang dapat di maknai secara terus menerus
sehingga dapat terus relevan dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar