OTONOMI DAN
PEMBANGUNAN DI DAERAH*
EMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
OTONOMI DAERAH
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
DAN OTONOMI DAERAH
1. Pembangunan ekonomi regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya
ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan
pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang
dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika
mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data
daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat
ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan
dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3.
pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui
indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali
digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator
perubahan dari kesejahteraan
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya
ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa
ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan
menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat
ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan
dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3.
pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui
indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali
digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator
perubahan dari kesejahteraan .
2. Sebab Ketimpangan Pembangunan
Menurut Sarjono HW (2006) pada kontek mikro,
yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah
pada umumnya, penyebabnya antara lain:
1. Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.
2. Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.
3. Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
4. Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
5. Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
6. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
7. Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
8. Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan
1. Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.
2. Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.
3. Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
4. Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
5. Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
6. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
7. Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
8. Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan
Sementara pada aspek makro, Dumairy (1996),
menyatakan bahwa terdapat ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk
menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi.
Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment)
diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi
pembangunan yang tidak tepat_cenderung berorientasi pada pertumbuhan, (growth).
Ketidaksetaraan anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara bekal “resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/potensi atau sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor wilayah/daerah/kawasan). Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah, (pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula yang lain-lainnya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakan atau potensi.
Kalau kita lihat secara objektif, ketimpangan pembangunan, yang selama ini berlangsung dan berwujud khsususnya pada Negara berkembang adalah dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional. Ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional misalnya, dapat dilihat berdasarkan perbedaan mencolok dalam aspek-aspek seperti penyerapan tenaga kerja; alokasi dana perbankan; investasi dan pertumbuhan.
Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di diberbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah yang lebih sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, jangan sampai kue pembangunan hanya milik segelintir kelompok atau golongan tertentu saja yang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
Ketidaksetaraan anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara bekal “resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/potensi atau sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor wilayah/daerah/kawasan). Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah, (pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula yang lain-lainnya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakan atau potensi.
Kalau kita lihat secara objektif, ketimpangan pembangunan, yang selama ini berlangsung dan berwujud khsususnya pada Negara berkembang adalah dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional. Ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional misalnya, dapat dilihat berdasarkan perbedaan mencolok dalam aspek-aspek seperti penyerapan tenaga kerja; alokasi dana perbankan; investasi dan pertumbuhan.
Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di diberbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah yang lebih sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, jangan sampai kue pembangunan hanya milik segelintir kelompok atau golongan tertentu saja yang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
0 komentar:
Posting Komentar